Langsung ke konten utama

Kesatuan Hidup Setempat

Kesatuan Hidup Setempat saya asumsikan sebagai kedekatan emosional dan kultural dari antar anggota masyarakat hingga membentuk komunitas dengan menyertakan identitas tertentu. Misalnya di desa, kesatuan hidupnya tidak hanya pada urusan wilayah namun mengarah pada rasa saling memiliki identitas yang sama. Meskipun tinggal di tempat jauh dari kampung namun merasa di rumah jika ketemu dengan orang yang sama. Kata setempat tidak bisa diartikan secara harfiah satu tempat, namun lebih pada konteks satu budaya satu identitas. 
Kesatuan hidup setempat terkait dengan deskripsi menarik tentang perkembangan kesatuan hidup setempat yang mengacu pada aspek komunalitas dari masyarakat. Perkembangan tersebut melalui berbagai proses dan terdapat berbagai faktor yang mempengaruhinya. Tulisan ini  memfokuskan pada pendekatan fungsional struktural pada komunitas berbagai beserta segala aspek kehidupannya.
Makan Komunal (Dokumentasi Pribadi)
Bagaimana kontribusi para tokoh Antropologi seperti Koentjaraningrat, Evan Pitchard, Malinowski sampai Margaret Mead dalam kontribusi pengembangan kajian fungsional struktural?. Kesatuan hidup itu sendiri dari aspek konsep sampai pada pemimpin yang menjalankan sistem perpolitikan dalam sebuah komunitas. Perlu dilakukan batasan konsep agar fokus pada satu aspek saja yaitu komunitas. Komunitas adalah sama artinya dengan kesatuanya hidup setempat yang didasarkan pada ikatan tempat kehidupan, terdapat ikatan batin yang membuat orang akan selalu merasa terikat dengan komunitas lamanya. Rasa persatuan yang lebih dikenal dengan sentiment persatuan sebagai suatu perasaan bangga terhadap komunitasnya. Perasaan ini disebut sebagai sentimen sosial yang seperti dua sisi mata uang kebanggaan terhadap komunitas melalui perasaan bangga terhadap komunitasnya dapat menimbulkan perasaan tinggi hati dan berdampak pada merendahkan komunitas yang lain yang lebih dikenal sebagai primordialisme dalam tataran etnosentris dan fanatisme. Kebanggaan terhadap komunitas didasarkan pada tiga hal yaitu wilayah, cinta wilayah dan kepribadian kelompok.
 Sebagai kesatuan hidup yang awal, peran dari komunitas kecil turut berpengaruh dalam pembentukan kebudayaan masyarakatnya. Komunitas kecil adalah kelompok masyarakat yang warganya masih bisa saling mengenal dan bergaul dalam hubungan yang intensif. Komunitas kecil bersifat homogen dan setiap anggota dapat secara utuh memahami keadaan disekitarnya mulai dari aspek ekologi, teritori sampai sosio-kulturalnya. Adapun komunitas kecil yang dimaksud terdiri dari komunitas kecil yang menetap dan tidak menetap. Komunitas kecil yang dimaksudkan oleh Koentjaraningrat adalah desa (rural), kota (urban) dan daerah antaranya atau yang lebih dikenal dengan sebutan rural-urban.
Perkembangan komunal manusia jika dilihat dari aspek hostoris mengalami berbagai fase yang berasal dari hal yang bersifat sederhana sampai yang kompleks seperti sekaran ini. Awalnya dari food gathering menjadi food production, dari berburu meramu sampai menetap. Komunitas kecil terdiri dari dua hal pokok yaitu kelompok berburu (band) dan desa (village). Band adalah kelompok berburu yang hidup berpindah-pindah dari berburu dan meramu dalam batas-batas suatu wilayah tertentu. Desa (village) merupakan suatu kesatuan kelompok hidup kecil yang menetap dalam suatu wilayah yang tetap. Dalam perbandingannya  antara kelompok berburu dengan desa dari aspek keanggotaaan yang jika dikomparasikan tampak anggota desa lebih banyak daripada kelompok berburu yang kurang dari 80 orang. Pola menetap diantara keduanya juga berbeda, jika kelompok berburu mempunyai kebiasaan berkemah atau membuat shelter sementara yang sederhana, sementara desa mempunyai kecenderung untuk menetap dan mengembangkan keluarga besar dalam satu wilayah. Kelompok kecil berburu dalam perkembangnya memunculkan kelompok peternak yang menggunakan teknik berpindah dengan menyesuaikan pergerakan hewan ternaknya dalam mencari makan di padang rumput. 
Mengenai pelaksanaannya sudah tentu pertentagan akan selalu terjadi bahkan sampai mengarah pada konflik. Alasannya dalam kehidupan yang berpindah-pindah memiliki potensi konflik yang lebih besar jika dibandingkan dengan pola kehidupan yang menetap. Pola perpindahan dan penyelesain konflik dijelaskan dengan jelas oleh seorang Antropolog yang bernama Evans Pitchard dalam bukunya yang berjudul The Nuer. Buku ini menjelaskan tentang kehidupan kelompok kecil peternak pada masyarakat suku bangsa Nuer yang tinggal di daerah hulu Sungai Nil di daerah Sudan Selatan (Afrika Timur).
Mengenai komunitas Desa,  desa adalah komunitas yang tinggal menetap dalam suatu kawasan dan mempunyai pola penataan ruang atau dikenal dengan pola perkampungan (settlement pattern). Desa di Indonesia tergolong perkampungan yang tetap dengan penduduk yang selalu penuh untuk semua musim. Desa ini dikenal dengan desa agraris. Dalam masyarakat komunitas kecil terdapat perasaan yang merasa setiap anggotanya dianggap sebagai saudara, senasib sepenanggungan. Perasaan inilah yang dinamakan dengan solidaritas yang berpengaruh pada sistem hubungan yang saling timbal balik dan di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan gotong royong. Prinsip timbal balik adalah fokus dari penelitian seorang tokoh yang paling berpengaruh dalam kajian fungsional yaitu Malinowski. Malinowski mengadakan penelitian di daerah Trobriand, sebelah tenggara Papua dan menemukan suatu fenomena sosial tentang tukar menukar. Sistem tukar menukar kewajiban dan benda dalam beragam aspek kehidupan (tenaga, benda, harta dalam bidang ekonomi, perkawinan sampai ritus) merupakan penggerak (daya gerak) sekaligus unsur pengikat masyarakatnya.
Solidaritas berkaitan dengan pada gotong royong tolong menolong. Secara tipologis, tolong menolong itu sendiri dibedakan menjadi empat bagian, pertama tolong menolong dalam aktivitas pertanian, kedua tolong menolong dalam aktivitas di sekitar rumah tangga; ketiga adalah tolong menolong pada persiapan pesta dan upacara dan keempat, tolong menolong pada peristiwa yang bersifat darurat atau insidental yang berhubungan dengan musibah. Di Indonesia sistem ini terdapat berbagai jenis nama, mulai dari marsiurupan pada masyarakat Batak, gugur  gunung, sambatan untuk penyebutan sistem tolong menolong pada masyarakat Jawa. Margaret Mead mengadakan penelitian terkait jiwa gotong royong, jiwa penyaing dam jiwa individualisme. Jiwa gotong royong menyebabkan sikap yang mengerti pada kebutuhan sesama warga masyarakat yang didasarkan pada semangat musyawarah untuk mencapai mufakat.
Masyarakat komunal dalam kehidupannya diwarnai oleh pembedaan hal ini menimbulkan sistem pelapisan masyarakat yang berhubungan dengan pembedaan dalam kedudukan dan status. Pihak-pihak yang dianggap menempati seluruh kedudukan atau derajat tertentu cenderung untuk lebih banyak saling bergaul antar mereka sendiri atau sikap eksklusif. Penggolongan masyarakat dalam tingkatan tertentu dibedakan terdapat yang bersifat resmi dan tak resmi, antara yang tegas dan tidak tegas.  Bahwa masyarakat dalam sebuah komunitas dapat menempati kedudukan yang lebih tinggi jika memiliki hal-hal yang bersifat istimewa. Kriteria istimewa dalam kedudukan masyarakat meliputi: kepandaian, tingkat umur yang senior, sifat asli, keanggotaan kaum kerabat kepala masyarakat, kekuasaan, pangkat dan kekayaan.
            Tulisan ini diakhiri dengan pembahasan tentang pemimpin serta sistem pengendalian masyarakat. Pemimpin yang secara kultural baik untuk masyarakat komunitas harus memiliki tiga unsur yaitu kekuasaan, wewenang dan populatitas.  Namun ketiga unsur di atas harus ditopang oleh aspek pendukung yaitu disukai, teladan, mempunyai keahlian (kapasitas), mendapat pengesahan baik secara adat maupun informal, dianggap keramat, mempunyai lambang-lambang dan kemampuan penggunaan tenaga fisik yang nyata. Bekal dari unsur pendukung inilah yang menjadi elemen penting fungsi seorang pemimpin sebagai pengendali masyarakat maupun mencari solusi bagi setiap permasalahan sosial kemasyarakatan yang terjadi.

Referensi

Kesatuan Hidup Setempat. Buku Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Bab IV – Koentjaraningrat. 1980. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI RESIPROSITAS

Dewasa ini banyak ahli antropologi ekonomi yang menaruh perhatian terhadap gejala pertukaran yang menggunakan uang. Perhatian seperti ini sangat penting sejalan dengan kenyataan bahwa transformasi ekonomi tradisional menuju sistem ekonomi modern sedang melanda di berbagai tempat, sejak berkembangnya penjajahan sampai pada masa globalisasi sekarang ini. Resiprositas yang menjadi ciri pertukaran dalam perekonomian tradisional sedang berubah dan berhadapan dengan sistem pertukaran komersial. Sistem pertukaran mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa, kesejahteraan hidup warga masyarakat disamping dipengaruhi oleh sistem produksi yang dipakai juga dipengaruhi pula oleh sistem perkawinan yang berlaku. Beberapa ahli telah mengulas konsep resiprositas dari Polanyi untuk menerangkan fenomena pertukaran dalam masyarakat yang menjadi perhatian mereka (Dalton, 1961;1968; Sahlins,1974; halperin dan Dow,1980). Secara sederhana resiprositas adalah p...

The Other Side of Heaven (Sebuah Resensi Film)

Menjadi seorang yang bisa dihargai dan diterima orang lain, kita harus pandai beradaptasi dengan lingkungan sosial yang ada. Itulah kata ringkas yang saya ambil setelah melihat Film The Other Side of Heaven. Film ini saya copy dari seorang teman yang bernama kerabat Bayu 'Kuro' Mahasiswa Antrop Unair  yang suka koleksi film yang tidak umum.  Film ini diambil dari kisah nyata dari seorang misionaris John H. Groberg yang berasal dari Amerika yang melakukan misi pelayanan firman Tuhan di daerah kepulauan Pasifik Selatan tepatnya di pulau Tonga pada tahun 50-an. Film yang berdurasi 113 menit ini diproduksi oleh Studio Walt Disney dan yang menjadi sutradara adalah Mitch Davis .  Sinopsis Berawal dari panggilan tugas untuk menjadi misionaris yang memberikan pelayanan di daerah Pasifik Selatan tepatnya di Pulau Tonga, John Groberg mendapat restu dari orang tua dan pacarnya, Jean,  akhirnya memutuskan melakukan pelayaran menuju luar Amerika tepatnya di Fiji. Fiji adalah cob...

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karya Prof. Koentjaraningrat

Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan Buku Manusia dan Kebudayaan di Indonesia adalah karya perdana dari para dosen Antropologi generasi pertama tanah air yang dimotori oleh Prof. Koentjaraningrat (Selanjutnya saya sebut dengan Prof Koen). Buku ini adalah karya etnografi yang hampir sebagian besar dihimpun dari data pustaka oleh berbagai macam antropolog masa perkembangan awal di Indonesia. Buku ini adalah representasi kebudayaan Indonesia dengan berbagai kompleksitasnya yang tersebar dari Sabang sampai Maeruke. Berdasarkan keterangan dari Prof.Koen pada bab pembuka yang menyatakan bahwa data yang diambil adalah data pustaka. Saya membaca buku ini merasa seperti bertamasya dalam keragaman dan kompleksitas kebudayaan di Indonesia yang dijelaskan dengan format khusus yang seakan baku. Format khusus yang saya maksud setelah membaca buku ini adalah pada setiap pembagian kebudayaan yang dibahas tampak penjelasan sistematis yang dibakukan m...