Langsung ke konten utama

Resensi Buku: Land Reform dari Masa ke Masa ( Noer Fauzi Rachman)



Judul        : Landreform dari masa ke masa
Penulis     : Noer F Rachman
Tebal        :
Penerbit   : Tanah Air Beta, Yogyakarta 
ISBN        : 


Pada acara student day tahap akhir beberapa waktu lalu, saya menayangkan satu film dokumenter yang berjudul Mama Malind su Hilang (Our Land Has Gone)   karya Nanang Sanjaya yang menceritakan penderitaan suku Maling Anim di Desa Zanegi akibat proyek global yang turut melibatkan pemerintah daerah setempat. Permasalahan tanah menjadi hal yang pelik jika dimaknai sebagai aset dalam konteks neoliberaliseme. Bagaimana peran yang signifikan dari institusi-institusi yang berhubungan dengan masalah pertanahan dalam membaca situasi yang berkembang dewasa ini, apakah berpihak pada kepentingan rakyat atau justru mencari formula yang  baik untuk menjadi ujung tombak politik pertanahan? 

Buku Land Reform Dari Masa ke Masa karya Noer Fauzi Rachman memaparkan secara kritis tentang dinamika historis dari persoalan land reform dari masa ke masa, mulai masa feodal sampai era reformasi. Persoalan agraria termasuk land reform membawa dampak pada pihak yang berkepentingan dengan tanah tersebut. Berbagai perbedaan pendapat disajikan dalam buku ini dengan tetap menekankan pada kajian pokok dari tema yang ada yaitu mengenai politik pertanahan dari masa ke masa. Saya tertarik dengan kajian historis pada awal sampai tengah dan pada bagian akhir berusaha mengajak pembaca untuk mengadakan perenungan perihal peran negara bagi keadilan sosial. 

Saya mempunyai beberapa poin yang saya sarikan setelah membaca buku diantaranya: pertama, kebijakan agraria menjadi tolok ukur bagi kedigdayaan suatu pemerintah dari yang terhegemoni pengaruh kepentingan kolonial, terbentur dengan kepentingan adat sampai yang cenderung berpihak pada pasar bebas; kedua, buku ini secara historis lebih mengungkap permasalahan kebijakan agraria secara top down, dan sedikit membahas perihal aspirasi dan ‘perlawanan rakyat’; ketiga, secara umum saya menyimpulkan ada pola gerak yang sama dari periode ke periode dalam masalah agraria khususnya land reform, era awal kemerdekaan adalah masa berbenah – dengan sedikit perlawanan, masa Orde Lama masa dominasi pertanahan untuk revolusi, masa Orde Baru masa pengaturan tersentral yang menggerakan berbagai elemen pendukung dengan tujuan tanah untuk pembangunan serta kepentingan pasar, masa reformasi merupakan masa berbenah kembali namun terdapat ego sektoral yang berlanjut sampai masa sekarang dengan melibatkan pula kepentingan pasar bebas dan investasi luar negeri untuk berbagai sektor;keempat,  pergulatan terkait perpolitikan tanah tidak dapat lepas dari masalah ekonomi yang ujung-ujungnya berimbas pada pemarginalan kepentingan petani sampai masyarakat adat; Kelima, berbagai upaya reformasi yang ada justru dapat membawa peluang buruk dikemudian hari bagi kepentingan pihak-pihak yang mengetahui peluang untuk melakukan intervensi dengan kepentingan tertentu. 

Bagaimana antropologi bekerja untuk hal ini? Mari kita belajar lebih jauh lagi, perdalam teori dan ragam metodologi untuk mencari formulasi kultural yang baik dan benar. Semoga. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI RESIPROSITAS

Dewasa ini banyak ahli antropologi ekonomi yang menaruh perhatian terhadap gejala pertukaran yang menggunakan uang. Perhatian seperti ini sangat penting sejalan dengan kenyataan bahwa transformasi ekonomi tradisional menuju sistem ekonomi modern sedang melanda di berbagai tempat, sejak berkembangnya penjajahan sampai pada masa globalisasi sekarang ini. Resiprositas yang menjadi ciri pertukaran dalam perekonomian tradisional sedang berubah dan berhadapan dengan sistem pertukaran komersial. Sistem pertukaran mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa, kesejahteraan hidup warga masyarakat disamping dipengaruhi oleh sistem produksi yang dipakai juga dipengaruhi pula oleh sistem perkawinan yang berlaku. Beberapa ahli telah mengulas konsep resiprositas dari Polanyi untuk menerangkan fenomena pertukaran dalam masyarakat yang menjadi perhatian mereka (Dalton, 1961;1968; Sahlins,1974; halperin dan Dow,1980). Secara sederhana resiprositas adalah p...

The Other Side of Heaven (Sebuah Resensi Film)

Menjadi seorang yang bisa dihargai dan diterima orang lain, kita harus pandai beradaptasi dengan lingkungan sosial yang ada. Itulah kata ringkas yang saya ambil setelah melihat Film The Other Side of Heaven. Film ini saya copy dari seorang teman yang bernama kerabat Bayu 'Kuro' Mahasiswa Antrop Unair  yang suka koleksi film yang tidak umum.  Film ini diambil dari kisah nyata dari seorang misionaris John H. Groberg yang berasal dari Amerika yang melakukan misi pelayanan firman Tuhan di daerah kepulauan Pasifik Selatan tepatnya di pulau Tonga pada tahun 50-an. Film yang berdurasi 113 menit ini diproduksi oleh Studio Walt Disney dan yang menjadi sutradara adalah Mitch Davis .  Sinopsis Berawal dari panggilan tugas untuk menjadi misionaris yang memberikan pelayanan di daerah Pasifik Selatan tepatnya di Pulau Tonga, John Groberg mendapat restu dari orang tua dan pacarnya, Jean,  akhirnya memutuskan melakukan pelayaran menuju luar Amerika tepatnya di Fiji. Fiji adalah cob...

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karya Prof. Koentjaraningrat

Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan Buku Manusia dan Kebudayaan di Indonesia adalah karya perdana dari para dosen Antropologi generasi pertama tanah air yang dimotori oleh Prof. Koentjaraningrat (Selanjutnya saya sebut dengan Prof Koen). Buku ini adalah karya etnografi yang hampir sebagian besar dihimpun dari data pustaka oleh berbagai macam antropolog masa perkembangan awal di Indonesia. Buku ini adalah representasi kebudayaan Indonesia dengan berbagai kompleksitasnya yang tersebar dari Sabang sampai Maeruke. Berdasarkan keterangan dari Prof.Koen pada bab pembuka yang menyatakan bahwa data yang diambil adalah data pustaka. Saya membaca buku ini merasa seperti bertamasya dalam keragaman dan kompleksitas kebudayaan di Indonesia yang dijelaskan dengan format khusus yang seakan baku. Format khusus yang saya maksud setelah membaca buku ini adalah pada setiap pembagian kebudayaan yang dibahas tampak penjelasan sistematis yang dibakukan m...