Langsung ke konten utama

Naik Sang Mantan

Catatan selasa pagi, 3 Maret 2015
bersama Sang Mantan...masih tersimpan kenangan bersama stiker di bagian atas dashboard, walaupun kain kelambu biru telah berganti menjadi soundsystem (catatan perjalanan Giwangan menuju Kulonprogo selepas bermalam di lambung lumba-lumba 7110)
Bus Sumber yang menjadi Antar Jaya @Barat Terminal Giwangan

Selepas turun di terminal Giwangan saya berjalan setengah sadar menuju perempatan selatan. Pagi itu jogja masih menggeliat. Pedagang berangkat dari atau pasar, kulakan istilahnya. Ada karyawan yang ngelaju. Orang-orang dengan mobilitas tinggi. Toko-toko di jalanan barat terminal masih berbenah. Ada yang selalu tidak berubah. Jasa parkir motor yang selalu dijaga 25jam. Aroma sedap bumbu dapur yang digoreng membumbunf dari belakang dapur warung.
Kebetulan pagi itu telah terguyur hujan pada malam harinya. Kubangan kecil ada di mana-mana. Pagi dingin yang menggeliat.

..tetap seperti dulu walau tanpa kelambu


Barat perempatan terminal telah banyak orang yang merapat. Ada pedagang, guru dan pegawai negeri sipil yang mempunyai keinginan sama, mengabdi di barat  Jogja. Demikian juga saya, ada kewajiban mengajar beberapa kelas di Wates. Matahari semakin meninggi, dari pintu keluar terminal muncul bus tujuan Purwokerto.
catatan 24 maret 2015, antarjaya rasa sumber kencono (catatan pagi giwangan-giripeni,wates) ‪#‎backtowork‬

Jika pagi atau malang, kita bisa leluasa naik bus jurusan jogja-purwokerto. Tapi sepanjang siang sampai sore, untuk tujuan pendek harus naik bus bumelan. Barusan ada konflik antara bus akdp dengan bumelan. Pihak bumelan menganggap bus besar telah merebut penumpangnya. Mereka melayangkan surat protes sampai berujung mogok massal di pojok kenteng, Sentolo. Bahkan petugas dinas perhubungan sampai berjaga di simpang Karangnongko, Wates kota.
Bus antarjaya yang saya naiki melaju menuju barat. Menggunakan bus bekas armada Sumber Group (lebih dikenal dengan Sumber Kencono), secara perfomance tidak jauh beda dengan bus jurusan Surabaya-Jogja. Yang berbeda sensasi hoyak-hayiknya. Secara mesin dan tampilan masih sama. Bahkan di bagian depan saya melihat stiker SkLoverz. Sebuah grup penumpang, pecinta, pemerhati bus dari Sumber Group. Namanya juga sang mantan, kondektur bus juga tidak luput dari perhatian saya. Karena beliau menggunakan seragam crew dari Po Sumber. "Bapaknya dulu pegawai bus Sk tah?" tanya saya. "Mboten Mas" jawab beliau. 
"Kalau bukan pegawai SK kok punya seragam crew?" tanya saya dengan penasaran. Beliau tidak menjawab, berlalu pindah ke depan karena ada penumpang yanh baru naik. 
Akhirnya saya tiba di tujuan, Gununggempal Giripeni Wates. Tapi rasa penasaran saya tidak lepas akan seragam dari kondektur itu. Apakah beliau dapat seragam itu hasil dari pemberian mantan crew?. Atau hasil tukar menukar antar crew bus lintas Po di terminal?, mirip anak-anak antropologi yang tergabung dalam JKAI (Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia) yang sesuai dengan pengalaman sendiri kerap menukar kaos antropologi lintas kampus. Saya sendiri pernah bertukar kaos dengan kerabat antrop Unud, UGM dan Uncen. Karena hidup itu perlu selalu saling bertukar, sampai ada istilah puteri yang tertukar sampai bertukar pasangan. 
L
..turun depan Balai Veteriner @Giripeni - Wates


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI RESIPROSITAS

Dewasa ini banyak ahli antropologi ekonomi yang menaruh perhatian terhadap gejala pertukaran yang menggunakan uang. Perhatian seperti ini sangat penting sejalan dengan kenyataan bahwa transformasi ekonomi tradisional menuju sistem ekonomi modern sedang melanda di berbagai tempat, sejak berkembangnya penjajahan sampai pada masa globalisasi sekarang ini. Resiprositas yang menjadi ciri pertukaran dalam perekonomian tradisional sedang berubah dan berhadapan dengan sistem pertukaran komersial. Sistem pertukaran mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa, kesejahteraan hidup warga masyarakat disamping dipengaruhi oleh sistem produksi yang dipakai juga dipengaruhi pula oleh sistem perkawinan yang berlaku. Beberapa ahli telah mengulas konsep resiprositas dari Polanyi untuk menerangkan fenomena pertukaran dalam masyarakat yang menjadi perhatian mereka (Dalton, 1961;1968; Sahlins,1974; halperin dan Dow,1980). Secara sederhana resiprositas adalah p...

The Other Side of Heaven (Sebuah Resensi Film)

Menjadi seorang yang bisa dihargai dan diterima orang lain, kita harus pandai beradaptasi dengan lingkungan sosial yang ada. Itulah kata ringkas yang saya ambil setelah melihat Film The Other Side of Heaven. Film ini saya copy dari seorang teman yang bernama kerabat Bayu 'Kuro' Mahasiswa Antrop Unair  yang suka koleksi film yang tidak umum.  Film ini diambil dari kisah nyata dari seorang misionaris John H. Groberg yang berasal dari Amerika yang melakukan misi pelayanan firman Tuhan di daerah kepulauan Pasifik Selatan tepatnya di pulau Tonga pada tahun 50-an. Film yang berdurasi 113 menit ini diproduksi oleh Studio Walt Disney dan yang menjadi sutradara adalah Mitch Davis .  Sinopsis Berawal dari panggilan tugas untuk menjadi misionaris yang memberikan pelayanan di daerah Pasifik Selatan tepatnya di Pulau Tonga, John Groberg mendapat restu dari orang tua dan pacarnya, Jean,  akhirnya memutuskan melakukan pelayaran menuju luar Amerika tepatnya di Fiji. Fiji adalah cob...

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karya Prof. Koentjaraningrat

Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan Buku Manusia dan Kebudayaan di Indonesia adalah karya perdana dari para dosen Antropologi generasi pertama tanah air yang dimotori oleh Prof. Koentjaraningrat (Selanjutnya saya sebut dengan Prof Koen). Buku ini adalah karya etnografi yang hampir sebagian besar dihimpun dari data pustaka oleh berbagai macam antropolog masa perkembangan awal di Indonesia. Buku ini adalah representasi kebudayaan Indonesia dengan berbagai kompleksitasnya yang tersebar dari Sabang sampai Maeruke. Berdasarkan keterangan dari Prof.Koen pada bab pembuka yang menyatakan bahwa data yang diambil adalah data pustaka. Saya membaca buku ini merasa seperti bertamasya dalam keragaman dan kompleksitas kebudayaan di Indonesia yang dijelaskan dengan format khusus yang seakan baku. Format khusus yang saya maksud setelah membaca buku ini adalah pada setiap pembagian kebudayaan yang dibahas tampak penjelasan sistematis yang dibakukan m...